top of page

[Review] Naga Bonar Jadi 2


Naga Bonar telah kembali, kali ini Naga Bonar tidak lagi harus berjuang melawan si penjajah Belanda yang lucu, tidak harus kena damprat oleh sang emak yang cerewet, atau meriang ketika melamar Kirana seperti pada Naga Bonar (1986). Namun kali ini dalam Naga Bonar Jadi 2, Naga Bonar telah mempunyai seorang anak bernama Bonaga yang telah sukses menjadi pengusaha serta Mariyam sahabatnya telah sukses menjadi asisten Menteri. Dikisahkan Naga Bonar (Deddy Mizwar) yang telah berusia senja diundang oleh Bonaga (Tora Sudiro) untuk bepergian ke Jakarta. Naga Bonar kali ini menginjakan kakinya di Jakarta yang megah namun juga punya segudang persoalan. Namun niat Bonaga tidaklah hanya untuk sekedar mengajak ayahnya melihat Jakarta, tetapi juga untuk merayu Naga Bonar agar merelakan kebun kelapa sawit warisan keluarga untuk dijadikan tempat bisnis dengan bekerja sama dengan Investor dari Jepang. Mengetahui niat Bonaga beserta teman bisnisnya mempunyai tujuan tersebut, bukan kepalang marahnya Naga Bonar. Naga Bonar tidak mau merelakan kuburan Emak, Kirana sang istri, ataupun Bujang sahabatnya tergusur karena kepentingan bisnis semata. Selain persoalan tersebut, Naga Bonar juga harus menjadi comblang antara Bonaga dengan Monita (Wulan Guritno). Naga Bonar juga harus berhadapan dengan berbagai tipe orang yang tinggal Jakarta, serta bertemu dengan Umar (Lukman Sardi) seorang supir bajaj yang polos dalam menghadapi hidup. Naga Bonar tetaplah Naga Bonar !!!!, ia masih belum bisa menghilangkan tabiat mencopet, masih buta huruf, lucu, berapi-api, gemar bermain sepakbola, serta mempunyai nasionalisme yang tinggi terhadap bangsa. Naga Bonar heran kenapa generasi muda jaman sekarang sering berbelit-belit dan tidak perduli pada jasa-jasa para pahlawan yang telah berkorban demi bangsa dan Negara. Selain berbicara konflik persoalan tersebut, film ini juga banyak memberikan pesan mengenai arti serta makna bagaimana kita memberikan yang terbaik untuk bangsa. Naga Bonar Jadi 2 juga sarat memberikan kritikan mengenai kondisi bangsa yang carut marut ini lewat beberapa pesan dengan tampilan komedi. Secara garis besar, film Naga Bonar Jadi 2 masih mengambil jalur komedi untuk meraih hati penonton. Dalam film ini, Kita bisa terpingkal-pingkal ketika menyaksikan bagaimana Naga Bonar menceramahi seorang polantas, menjadi comblang untuk Bonaga dan Monita, berdebat dengan sopir metro mini, atau memimpin upacara bendera dengan menjadikan Umar sang sopir bajaj sebagai dirijen upacara. Tidak hanya berkutat pada kelucuan sentral sang Naga Bonar, namun kita juga bisa tertawa lepas melihat tingkah Bonaga bersama tiga sahabatnya, Pomo (Darius Sinathrya), Ronnie (Uli Herdinansyah), Jaki (Michael Muliadro). Belum lagi kelucuan akibat eksistensi generasi antara Naga Bonar yang mewakili jaman dahulu serta Bonaga yang mewakili generasi sekarang. Di satu sisi, Naga Bonar Jadi 2 berhasil memainkan emosi penonton lewat beberapa adegan yang mengena di hati kita lewat kejadian yang sering terjadi pada keseharian kita, atau ketika Naga Bonar bukan main sedihnya saat mengetahui Bonaga dianggap lebih mementingkan bisnis dibandingkan tanah leluhur mereka. Menariknya, Naga Bonar Jadi 2 mampu membuat kapan penonton melihat adegan kocak nan konyol dan kapan penonton harus terhenyak diam melihat adegan sedih yang ditampilkan. Selain itu, nuansa lagu dengan sentuhan nasionalisme yang dinyanyikan oleh grup band PADI juga menambah kelebihan film ini. Deddy Mizwar selain berperan sebagai Naga Bonar, juga mengambil posisi sutradara. Selain bermain apik sebagai Naga Bonar, Deddy Mizwar nampaknya pas memilih karakter para pemain. Semuanya terasa pas dengan tuntutan karakter yang ada dalam skenario film. Deddy Mizwar berhasil mengarahkan para pemain untuk menjiwai peran mereka masing-masing. Berbicara skenario yang ditulis oleh Musfar Yasin terasa sangat baik. dialog-dialog yang diciptakan Musfar dalam film ini terasa sangat dekat dengan bahasa keseharian yang terjadi pada masyarakat. Selain itu, Musfar juga cukup baik memilih kata-kata dialog yang menohok carut marutnya bangsa ini dengan sentuhan komedi yang tidak berlebihan. Yang tidak terlupakan dalam film ini adalah beberapa dialog kental yang menjadi trade mark dalam film Naga Bonar (1986). Mulai dari kalimat “Apa kata dunia”, Sudah kubilang jangan berperang, ….”, serta beberapa kalimat lainnya. Karakter Bonaga yang diperankan oleh Tora Sudiro juga tampil cukup pas dan tidak berlebihan. Hanya saja, Tora terlihat lebih kental berbicara betawi, dibandingkan ketika harus bergaya aksen Medan saat berdialog dengan Naga Bonar. Namun itu juga masih dapat ditoleransi karena Bonaga digambarkan sudah lama tinggal di Jakarta dan mengambil kuliah di luar negeri. Trio Darius Sinathrya, Uli Herdinansyah, serta Mike Muliandro juga tampil meyakinkan walaupun hanya tampil sebagai pendukung dalam film ini. Mereka tampil menghibur dengan gaya eksekutif muda mapan, namun sebenarnya kental dengan kedaerahannya masing-masing. Begitu juga dengan Wulan Guritno yang harus memerankan sosok kalem, mandiri, namun juga mempunyai gengsi tinggi tapi sangat mencintai Bonaga. Peran tersebut bisa dimainkan Wulan dengan cukup menggairahkan di mata penonton. Karakter lainnya yang dapat diacungi jempol adalah peran Umar yang dimainkan oleh Lukman Sardi. Ia tampil dengan gaya yang polos layaknya seorang supir bajaj namun penonton dapat melepaskan bayang-bayang karakter antagonis yang dilakoninya dalam beberapa film Lukman sebelumnya. Kekurangan yang ada dalam film ini sebenarnya ada. Walaupun ada beberapa adegan yang nampaknya berlebihan, namun hal tersebut dapat ditoleransi mengingat film ini berhasil tampil beda dibandingkan beberapa film nasional belakangan ini. Secara keseluruhan Naga Bonar Jadi 2 memperlihatkan kepada masyarakat bahwa sineas kita mampu membuat film berkualitas. Film ini nampaknya akan berjaya serta membanggakan perfilman nasional kita. Semoga lewat Naga Bonar Jadi 2, dapat membangkitkan animo masyarakat untuk kembali menonton film nasional yang seringkali kecewa luar biasa terhadap film-film nasional yang bermutu rendah. Film ini semoga menjadi tolak ukur kebangkitan bagi para sineas nasional untuk semakin bersemangat membuat film yang lebih berkualitas untuk membanggakan perfilman Indonesia di kancah internasional serta berhasil menjadikan film nasional menjadi tuan di negeri sendiri. Selamat menonton. Nilai 7/10 Bintang


You Might Also Like:
bottom of page