top of page

[Review] Batas "Potret Merah Putih di Perbatasan"


Menonton film BATAS, kita akan melihat potret realitas kehidupan masyarakat desa yang tinggal di perbatasan Republik Indonesia. Sebuah potret kehidupan akan kondisi politik dan kehidupan yang berbeda dari masyarakat Indonesia pada umumnya. Adalah Potret masyarakat Dayak yang tinggal di perbatasan negara yang coba dihadirkan lewat cerita seorang guru bernama Jaleswari (Marcella Zalianty) yang harus masuk ke pedalaman Kalimantan karena program pendidikan dari perusahaannya yang mandek. Sesampainya disana, Jaleswari baru sadar bahwa program perusahaanya mandek karena berbenturan dengan adat Istiadat, beberapa persoalan, dan juga realitas yang terjadi di desa pedalaman tersebut. Jaleswari pun bimbang akan niatnya untuk terus menjalankan program tersebut. Di sisi lain, ia mempunyai kisah akan peristiwa di masa lalu. Namun dengan segala ketulusan dan melihat ketulusan masyarakat Dayak, Jaleswari memutuskan tetap maju meski ia sadar dengan realita persoalan yang ada. Cerita yang ditulis Lintang Sugiarto dan penulis skenario Slamet Rahardjo ini mencoba menggambarkan kondisi nyata masyarakat perbatasan yang dekat dengan kemiskinan, minimnya sarana publik, sulitnya transportasi, dan problematika lainnya. Gambaran realita tersebut seakan menohok kita yang tinggal di Jakarta atau Perkotaan besar. Potret TKI ilegal yang tersiksa juga dituangkan lewat tokoh Ubuh yang diperankan Ardina Rasti. Kisah “Populer” yang selalu terjadi selama berpuluh-puluh tahun di negeri ini, dimana sebagian penduduk Indonesia lebih memilih hijrah ke negeri tetangga guna mencari penghidupan yang lebih baik. Mencoba sukses dari apa yang mereka dapat di tanah air mereka sendiri. BATAS menjadi film yang mewakili desa-desa pedalaman lainnya yang mempunyai kisah tinggal di dekat perbatasan. Namun kecintaan mereka akan Merah Putih melekat kuat walaupun bayarannya adalah kemiskinan dan tidak adanya fasilitas publik. Meski memiliki tema yang kuat, namun alur cerita dibuat begitu lambat. Namun semua itu terbayar dengan akting para pemain yang begitu total. Bagaimana tidak, untuk mencapai lokasi saja mereka butuh perjuangan yang sangat berat. Akting pemain dengan aksen dan logat Kalimantan dapat anda nikmati dalam tokoh Panglima Adayak yang diperankan oleh Piet Pagau yang aslinya memang berasal dari Kalimantan. Jajang C. Noer bermain apik berperan sebagai Nawara untuk mengimbangi Piet Pagau. Borneo yang diperankan oleh aktor cilik Alifyandra juga cukup menjanjikan. Mengingatkan kita pada aktor cilik Albert Fakdawer dalam film Denias serta Ferdian yang memerankan Lintang dan Zulpani yang meniadi tokoh Ikal dalam Laskar Pelangi. Mereka adalah aset perfilman nasional untuk re-generasi. Para penggiat film mempunyai kewajiban untuk terus memberikan porsi kepada para talenta-talenta muda tersebut demi kelangsungan hidup film layar lebar ke depan. BATAS sebagai sebuah film menjadi sebuah POTRET terhadap kondisi masyarakat Indonesia di perbatasan yang begitu mencintai Merah Putih namun terbengkalai oleh pelayanan Negara. BATAS merupakan POTRET bahwa bisa jadi kemakmuran Negeri Tetangga menjadi mimpi mereka di bawah Mera-Putih. Film BATAS menjadi sebuah Potret Merah Putih yang Terkoyak di Perbatasan. Selamat menonton. Nilai: 5/10 Bintang


You Might Also Like:
bottom of page