top of page

[Review] True Love "Roman Cinta ala Marga T"


Diadaptasi dari Novel Mira W berjudul Cinta Sepanjang Amazon, Sutradara Dedi Setiadi dibawah naungan Yayasan Pendidikan Prof. Dr. Moestopo mengangkatnya ke layar lebar. Dikisahkan, seorang mahasiswa kaya-raya bernama Aries (Mario Lawalata) jatuh hati kepada seorang mahasiswi yang sangat mandiri dalam menjalani kehidupan. Perempuan itu bernama Vania (Fanny Fabriana) yang tidak mempunyai asal-usul yang jelas. Vania berjuang dari tidak punya apa-apa hingga berhasil mempunyai usaha warnet di kampusnya. Sudah bisa ditebak, Aries jatuh hati kepada Vania. Tak berapa lama benih-benih cinta terjalin antara mereka. Saking cintanya, Aries mengajak Vania untuk menikah meskipun tidak mendapatkan restu dari orang-tuanya. Persoalan muncul ketika mereka menjalani pernikahan. Aries yang terbiasa hidup enak, mulai merasakan realita kehidupan yang sebenarnya. Dalam menjalani kehidupan tersebut, praktis Vania yang menjadi tulang punggung keluarga. Terlebih kehadiran Guntur (Edo Borne) yang ikut tinggal bersama mereka. Guntur selalu menjadi jongos bagi Aries selama hidupnya. Jadi Guntur ikut tinggal di rumah mereka. Percekcokan dan pertengkaran menghiasi rumah tangga Vania. Mulai dari persoalan finansial hingga belum dewasanya Aries dalam mengarungi lembah rumah tangga. Terlebih Guntur yang hanya menumpang di rumah tersebut melakukan perbuatan yang membuat kehidupan setiap karakter dalam film ini berubah drastis. Cerita lalu melompat kepada karakter Rudi (Alex Komang) yang divonis ajalnya telah tiba karena kanker. Rudi yang bermukim di Stockholm menginginkan menikahi perempuan yang disayanginya sebelum kematiannya, meskipun perempuan tersebut telah mempunyai anak. Lalu akhirnya rangkaian demi rangkaian cerita terungkap. Karakter Vania, Aries, Rudi, Hingga Sagita (Happy Salma) yang merupakan kakak kandung dari Aries berhubungan satu dengan yang lain. Sutradara Dedi Setiadi berusaha semaksimal mungkin membuat visualisasi karya Mira W ini semenarik dan sedramatis mungkin. Bumbu sinematorgrafi di Swedia serta lokasi Raja Ampat dibutuhkan Dedi untuk menyempurnakan karyanya ini. Sayangnya, rangkaian gambar yang diberikan Dedi Setiadi masih terlihat seperti FTV (Film Televisi). Beberapa dialog terlihat seperti sinetron kala Mario Lawalata harus marah-marah atau mengamuk. Sinematografi yang ditampilkan mengenai lokasi raja ampat begitu standar. Seharusnya keindahan raja ampat bisa lebih maksimal ditonjolkan dalam film. Begitu juga adegan di Swedia yang tampil sangat sederhana dan terlihat sangat biasa saja. Namun nilai lebih diberikan Dedi Setiadi dalam mengemas kisah cinta, prahara, serta pelajaran kehidupan digambarkan dengan santun dan terlihat beda dibandingkan kisah cinta-cintaan yang sering ditampilkan dalam film layar lebar masa kini. Dedi mempunyai pakem tersendiri dalam membuat dan merangkai kisah cinta yang pelik dalam sebuah adaptasi novel yang begitu rumit dari sisi segi cerita. Acungan jempol dapat diberikan kepada Fanny Fabriana yang tampil maksimal dalam memerankan tokoh Vania yang menjadi sentral karakter. Fanny tampil begitu lugas dan tidak kaku untuk menjalankan karakter Vania yang selalu menjadi sorotan penonton. Begitu juga fungsi peran pendukung yang ditugaskan kepada Happy Salma dalam menjalankan karakter Sagita. Happy Salma mampu mentransformasikan perasaan dan sikap karakter Sagita yang antagonis dan materialistis. Cukup mencuri perhatian adalah Edo Borne yang tidak terlihat kaku dan mendapatkan chemistry dengan lawan mainnya Mario Lawalata atau dengan Fanny Fabriana. Meskipun dalam beberapa adegan Edo masih terpengaruh gaya FTV dalam melakoninya. Mario Lawalata tampil lumayan untuk debutnya sbeagai pemeran utama dalam film layar lebar. Alex Komang seperti biasanya, kembali memukau dalam berperan. Karakter Rudi disuguhkan oleh Alex Komang dengan mantap dan meyakinkan. Sayangnya, Alex Komang tidak tampil dibegitu banyak scene dalam film ini. Film ini mempunyai nilai lebih ketika tampilan kisah drama cinta berbeda dengan film drama cinta yang harus memajang tokoh blasteran dan selalu berkutat dalam kisah cinta drama remaja. Hal lain adalah, Dedi Setiadi tidak takut untuk mengangkat karya Mira W kedalam film meskipun mempunyai alur cerita yang rumit dan berbagai karakter yang harus digambarkan dalam film. Kekurangannya adalah Dedi Setiadi masih seringkali terjebak pada penggayaan FTV dalam menyajikan gambar dan dialog. Dedi Setiadi juga tidak memberikan unsur-unsur kejutan yang signifikan untuk beberapa momentum peristiwa yang penting.

Nilai: 5/10 Bintang


You Might Also Like:
bottom of page