top of page

Review Film Critical Eleven “Drama Romantis Cita-rasa Hollywood”


Sukses dengan film Sabtu Bersama Bapak, Monty Tiwa kepincut untuk kembali melakukan adaptasi novel best-seller karangan Ika Natassa. Sang novelis memang menjadi penulis novel papan atas Indonesia dengan karya-karyanya yang metro-pop. Agar film adaptasi ini tidak mengecewakan pembaca dan penonton, Ika Natassa ikut serta dalam penulisan skenario. Sekaligus juga sang sutradara dibantu oleh Jenny Jusuf.

Critical Eleven sendiri dimulai lewat sosok Anya (Adinia Wirasti). Pertemuannya dengan Ale (Reza Rahardian) di pesawat menjadi awal kisah percintaan mereka berdua. Selanjutnya, kisah kehidupan rumah tangga pasangan suami istri muda Anya dan Ale menjadi sajian utama sepanjang 135 menit.

Mulai dari gaya hidup, cekcok dalam rumah tangga, hingga keinginan mempunyai anak dan segala probelatika tersaji lengkap. Plus bumbu kehidupan kantor Anya, pekerjaan Ale yang bekerja di lepas pantai, serta kehadiran keluarga besar Ale yang mewarnai kehidupan Anya dan suaminya tersebut.

Visual kehidupan di New York mendapatkan porsi besar dalam film ini. Begitu juga latar pekerjaan Ale yang mengambil tempat di pengeboran minyak lepas pantai.

Apabila kita membaca novel-novel Ika Natassa seperti Very yuppy Wedding dan Antalogi Rasa, kita tentunya akan disuguhkan kehidupan kelas menengah-atas dengan dinamika pergaulan Jakarta. Campuran gaya bicara yang gaul serta kombinasi berbahasa inggris terlihat natural dalam setiap tulisan-tulisan Ika Natassa.

Critical Eleven juga tak jauh beda dengan cetak biru yang ditulis Ika Natassa. Sehingga ketika menjadi sebuah film, maka jangan heran kalau Anya dan Ale akan selalu mencampur-adukan Bahasa Indonesia dan Inggris dalam percakapan mereka sehari-hari.

Sebuah momentum penting dalam kehidupan Anya dan Ale menjadi titik krusial bagaimana kelanjutan kisah romansa keduanya. Percekcokan rumah tangga dan kegalauan dalam meneruskan hubungan rumah-tangga menjadi sajian yang ditampilkan kepada penonton.

Ikut serta-nya keluarga Ale yang bijak dalam setiap sosoknya sangat terasa dalam menggambarkan anggota keluarga Ale. Ibu Ale (Widyawati) dan Ayah Ale (Slamet Rahardjo) menjadi panutan layaknya orang-tua yang bijak.

Kehadiran Revalina S. Temat sebagai Raisa kakak dari Ale juga tampil menyejukan sebagai pemberi masukan dan nasehat untuk Ale. Juga penampilan dari Refal Hady yang juga menjadi saudara kandung Ale. Tanpa melupakan peran Astrid Tiar Cs sebagai teman-teman Anya di kantor.

Percintaan Anya dan Ale dalam romantika rumah-tangga memang tersaji bergaya ala barat. Ini memang gaya Ika Natassa dalam novel-novel yang ditulisnya. Selingan canda percakapan lucu terselip juga dalam mengomentari kehidupan setiap tokoh-tokoh dalam film nya.

Dalam Film Critical Eleven, memang berusaha ditampilkan kelucuan-kelucuan tersebut. Sayangnya, hampir tidak dapat beberapa dialog-dialog segar yang seharunya membuat kita tersenyum atau tertawa layaknya kita membaca novel.

Seperti ada kebimbangan bagi para penulis skenario apakah ini menjadi sebuah kisah yang romantis dengan begitu banyak selipan canda ataukah menjadi sebuah kisah yang serius dalam menceritakan rumah tangga Anya dan Ale seperti novel Mira W. Sehingga ciri khas dan imajinasi ala Ika Natassa dalam novel memang kurang kental ketika kita melihatnya dalam film ini.

Reza Rahardian meski terlalu mainstream tapi tampil sesuai dengan Ale tokoh yang diperankannya. Adinia Wirasti juga terlihat totalitas-nya dalam memerankan tokoh Anya. Meski kalau boleh memilih, Julie Estelle juga cocok memerankan tokoh Anya.

Revalina S. Temat, Refal Hady, plus para aktor senior Widyawati dan Slamet Rahardjo tampil cemerlang sesuai karakter-nya masing-masing. Gaya romantis komedi terlihat segar dalam adegan Mikha Tambayong dan Hamish Daud, meski hanya satu scene.

Memang sulit dan selalu jadi persoalan klasik ketika novel best-seller pindah ke layar lebar. Critical eleven versi Film memang tidak terlalu jomplang dengan isi novel. Namun film Critical Eleven kuranglah terlihat sebagai cita-rasa dan warna Ika Natassa.

Pemandangan New York mulai dari dalam Stadion football Amerika hingga taman fenomenal Bow Bridge di Central Park tersaji enak di mata. Meski tak banyak, tapi nuansa tempat kerja di pengeboran lepas pantai juga terasa dalam tiap adegan-nya.

Yudi Datau mampu mentransformasikan imajinasi Ika Natassa dalam tiap visual yang diberikan penonton.

Secara keseluruhan, Film Critical Eleven tentunya menjadi film romansa Indonesia dengan cita-rasa ala film romantis Hollywood yang hadir di bioskop-bioskop Indonesia. Kehidupan rumah tangga dengan lika liku perjalanannya menjadi menu utama. Potret pernikahan di era milenial masyarakat kelas menengah atas Indonesia adalah film Critical Eleven.

Bintang: 6/10


You Might Also Like:
bottom of page